Minggu, 23 November 2008

Makalahku

HUBUNGAN ANTARA PERKEMBANGAN BAHASA
DAN KECERDASAN LINGUISTIK DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

oleh:
Sigit Slamet Raharta
NIM 07201289022


1. Pendahuluan

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi (BSNP, 2006: 231). Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Selanjutnya pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Sebagai sarana komunikasi, orang tidak akan berpikir tentang sistem bahasa, tetapi berpikir bagaimana menggunakan bahasa Indonesia secara tepat sesuai dengan konteks dan situasi. Jadi, secara pragmatis bahasa lebih merupakan suatu bentuk kinerja dan performansi daripada sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran tentang sistem bahasa(Depdiknas, 2006.2).
Bahasa memang sangatlah penting. Kita bisa membayangkan bagaimana kalau di dunia ini tidak ada bahasa, barangkali ‘kesunyian’ dan ‘kesepian’ yang terjadi. Sebuah bahasa akan hidup ‘subur’ apabila bahasa tersebut ‘dipakai’, ‘dipelihara’, dan ‘dirawat’ dengan baik oleh para ‘penuturnya’ atau ‘pemakainya’ . Di bawah ini akan diuraikan bagaimana hubungan antara perkembangan bahasa dengan kecerdasan linguistik dan implikasinya dalam pembelajaran.

2. Pembahasan
Sebelum diuraikan mengenai perkembangan bahasa dan kecerdasan linguistik ada hal yang perlu saya uraikan terlebih dahulu, yaitu Langacker (dalam Pateda, 1990: 4) mengatakan bahwa linguistik adalah studi tentang bahasa manusia, sedangkan Lyons (dalam Pateda, 1990:4) mengatakan bahwa linguistik adalah studi bahasa secara alamiah. Berdasarkan kedua batasan ini, dapat disimpulkan bahwa objek lingustik adalah bahasa, dan bahasa yang dimaksud adalah bahasa manusia. Seperti diketahui bahwa setiap saat manusia berkomunikasi antara sesamanya dan untuk berkomunikasi bahas memegang peranan penting. Bahasa sebagai objek linguistik mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu: merupakan seperangkat bunyi, bersifat arbitrer, bersifat sistematis, seperangkat simbol, dan bersifat sempurna. Hill (dalam Pateda, 1990: 25). Pateda mengatakan bahwa bahasa sebagai objek linguistik, banyak macam dan ragamnya. Perkataan macam mengacu kepada jenis bahasa sesuai dengan kaidahnya, dan perkataan ragam mengacu kepada situasi pemakaian bahasa. Jenis bahasa, misalnya bahasa Indonesia, Jawa, dan ragam bahasa misalnya ragam formal, ragam nonformal. Bahasa sebagai objek linguistik adalah fenomena sosial dan sekaligus fenomena alam. Dikatakan sebagai fenomena sosial karena bahasa adalah alat penghubung antara manusia dengan manusia. Dikatakan sebagai fenomena alam karena ujaran yang berwujud bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara pembicara ada hubungannya dengan getaran udara dan gerakan alat bicara serta keadaan sekitar yang mempengaruhi pembicaraan.
Bahasa sebagai sarana komunikasi mengalami perkembangan. Ada dua aspek di sini, yaitu aspek perkembangan akuisisi bahasa, dan aspek perkembangan bahasa.(Pateda, 1990: 59) Kalau perkembangan akuisisi menekankan segi pemerolehan bahasa yang biasanya ditandai oleh awal kelahiran seorang bayi, sedangkan aspek perkembangan bahasa mempersoalkan bagaimana perkembangan bahasa yang telah diperoleh (diakuisisi) itu, baik yang berhubungan dengan fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik. Atchison, Crutterden yang dikutip Hartley dalam ,(Pateda 1990: 59) menyinggung hubungan stadia akuisisi bahasa yang langsung berkaitan dengan performansi linguistik(linguistic performance)
Umur
Performansi Linguistik
0,3
Mulai meraban
0,9
Pola intonasi telah kedengaran
1,0
Kalimat satu kata (holophrases)
1,3
Lapar kata (lexical overgeneralization)
1,8
Ujaran dua kata
2,0
Infleksi, kalimat 3 kata (telegraphic)
2,3
Mulai menggunakan kata ganti
2,6
Kalimat tanya, kalimat negasi, kalimat 4 kata, pelafalan vokal telah sempurna
3,6
Pelafalan konsonan telah sempurna
4,0
Kalimat sederhana yang tepat tetapi masih terbatas
5,0
Konstruksi morfologis, sintaksis telah sempurna
10,0
Matang berbicara

Lebih lanjut (Pateda, 1990) mengatakan bahwa pada awal kelahirannya, anak belum dapat membalas stimulus yang berasal dari manusia. Ia belum dapat membalas dengan kata-kata. Ia hanya membalas dengan tertawa yang tentu saja diikuti oleh gerakan anggota tubuhnya, misalnya kaki, tangan. Pada umur 9 bulan ia mulai mereaksi dengan kata-kata sederhana, kata-kata yang pernah ia dengar, kata-kata yang memiliki frekuensi tinggi dalam awal kehidupannya sebagai manusia. Selama 3 bulan berikutnya ia belajar mengerti hubungan kata-kata berangkai yang pernah ia dengar dan pada umur setahun ia sudah dapat mereaksi terhadap kata-kata yang mengandung makna komando. Membicarakan akuisisi bahasa juga tidak lepas dari perkembangan fisik. Perkembangan fisik dimaksud adalah perkembangan fisik yang normal. Per kembangan fisik berhubungan pula dengan perkembangan motorik.
Apabila perkembangan bahasa dikaitkan dengan kecerdasan linguistik adalah sebagai berikut: Howard Gardner (Frames of Mind) dalam (Efendi, 2005:140) menyebutkan ada tujuh kecerdasan, yaitu: (1) kecerdasan verbal, (2) kecerdasan visual, (3) kecerdasan logis – matematis, (4) kecerdasan musikal, (5) kecerdasan kinestetik, (6) kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), dan (7) kecerdasan interpribadi(interpersonal). Bahkan dalam buku terakhirnya, Intelligence Reframed, Gardner (1999:47 dalam Efendi) menambahkan tiga jenis kecerdasan yang lain: kecerdasan naturalis, kecerdasan eksistensialis, dan kecerdasan spiritual. Yang disebut dengan kecerdasan verbal (linguistic intelligence) menurut Gardner dalam (Efendi, 2005: 141) adalah kemampuan dalam menggunakan kata-kata secara terampil dan mengekspresikan konsep-konsep secara fasih (fluently). Menurut James dalam Efendi, kecerdasan linguistik ditunjukkan oleh kepekaan akan makna dan urutan kata, serta kemampuan membuat beragam penggunaan bahasa. Kemampuan alamiah yang berkaitan dengan kecerdasan bahasa ini adalah percakapan spontan, dongeng, humor, kelakar, membujuk orang untuk mengikuti tindakan, memberi penjelasan atau mengajar. Menurut Howard Gardner, kecerdasan linguistik antara lain ditunjukkan oleh sensitivitas terhadap fonologi, penguasaan sintaksis, pemahaman semantik dan pragmatik.
Ketika seseorang ingin menguasai/mempelajari bahasa, ia berusaha mengerti dahulu apa yang akan dikatakannya sebelum ia menghasilkan ujarannya. Bagi seorang anak tentu ia lebih banyak diam dan memperhatikan orang lain yang sedang berbicara. Anak kecil tersebut kemudian mengasosiasikan ujaran yang ia dengar itu dengan apa yang terjadi setelah pembicara mengujarkan sesuatu. Misalnya , seorang ibu berkata kepada seorang anak yang sedang mengganggunya sementara ibu tadi memasak, “Tunggu ya, ibu memasak dulu”, ibunya bergegas-gegas mengambil air, menuangkan air di dalam periuk, lalu periuk itu dijerangkan di atas tungku atau kompor. Setelah itu anak tadi melihat ibunya mengambil beras, menampi beras, lalu mencucinya dan kemudian menuangkan beras itu ke dalam periuk tadi. Dengan kata lain belajar bahasa boleh muncul tanpa ujaran, tetapi ujaran harus dimengerti. Mengerti ujaran merupakan dasar untuk mengatakan sesuatu. Anak harus mengerti lebih dahulu kata-kata dan kalimat sebelum ia dapat mengujarkan apa yang akan dikemukakannya. Pada waktu anak belajar berbahasa, ia harus mendengarkan lebih dahulu kata-kata atau kalimat yang diujarkan. Kata-kata dan kalimat yang diujarkan orang lain dihubungkannya dengan proses, kegiatan, benda atau situasi yang ia saksikan. Ini berarti bahwa anak menghubung-hubungkan apa yang ia dengar melalui proses pikirannya. Dengan kata lain proses berpikir menjadi dasar untuk mengerti ujaran. Bagi anak, benda, proses, peristitiwa harus berfungsi bagi dirinya. Misalnya, ia segera memahami kata pisang karena benda itu berfungsi bagi dirinya, bahkan ia merasa senang ketika makan pisang.
Implikasi perkembangan bahasa dengan kecerdasan linguistik kaitannya dengan pembelajaran di sekolah adalah: Stern (dalam Pateda, 1990: 90) menyatakan bahwa ada lima variabel yang perlu diperhatikan kalau kita membicarakan model belajar bahasa. Kelima variabel itu adalah(1) konteks sosial, (2) karakteristik si terdidik, (3) kondisi belajar, (4) proses belajar, dan (5) hasil belajar. Konteks sosial berarti anak yang memiliki status social baik akan lebih mudan belajar bahasa dan anak yang berasal dari lingkungan yang baik akan cepat menguasai bahasa. Karakteristik si terdidik berhubungan dengan umur, aspek kognitif, afektif, dan kepribadian. Selanjutnya kondisi belajar yang mendukung akan mempercepat penguasaan bahasa. Selanjutnya proses belajar berkaitan strategi, teknik, dan pelaksanaannya. Sedangkan hasil belajar berkaitan dengan kompetensi dan performansinya.
Sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilihat dari ‘kemantapan’ siswa dalam menggunakan kaidah bahasa ketika ia berkomunikasi secara resmi. Penggunaan bahasa Indonesia yang dimaksud adalah penggunaan bahasa Indonesia yang baik, mengacu kepada situasi/ragam, sedangkan penggunaan bahasa Indonesia yang benar mengacu kepada penerapan kaidah (baik dalam konteks lisan maupun tertulis).

3. Penutup
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa adanya hubungan antara perkembangan bahasa anak/siswa dan kecerdasan linguistik dan implementasinya dalam pembelajaran. Perkembangan bahasa terjadi apabila anak/siswa telah mengalami akuisisi (pemerolehan) bahasa. Perkembangan bahasa yang baik akan ‘membawa’ anak/siswa memiliki kecerdasan linguistik. Kecerdasan linguistik akan dapat ‘dikelola’ dengan baik apabila kita sebagai guru/pendidik dapat ‘mengoptimalkan’ peran dan fungsi kita sebagai guru yaitu dalam proses pembelajaran. Karena keberhasilan pembelajaran, khususnya bahasa Indonesia antara lain dari faktor guru/pendidik karena gurulah yang ‘berhubungan langsung’ dengan siswa/peserta didik.
4. Daftar Pustaka
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta.
Depdiknas. 2006. Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP. Jakarta: Dirjenmandikdasmen
Efendi, Agus 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21. Kritik MI, EI, SQ, AQ dan Successful Intelligence Atas IQ. Bandung: Alfabeta
Pateda, Mansoer.1990. Aspek-aspek Psikolinguistik. Cetakan 1. Flores: Penerbit Nusa Indah

Tidak ada komentar: